Kolak Nasi – KKN hari ke 24
Senin, 24 Juli 2017
“Ayo makan makan,” kata Mardi kepada aku dan Dery yang masih berada di kamar. Kami
keluar dari kamar lalu mengambil piring di dapur.
Aji, Rendy, dan Mardi sedang makan ketika kami datang. Wawal
baru selesai melengkapi piringnya dengan nasi, ikan kerapu, tempe goreng
tepung, oseng-oseng tahu dan sayur-sayuran. Diambilnya menu yang sama dengan
Wawal karena memang menunya hanya itu saja.
Menurutku menu kali ini menggugah selera. Jadi kuambil nasi
di panci dengan porsi yang bikin kenyang. Selama di sini, dalam urusan makan
aku selalu melakukan penyesuaian. Biasanya kalau sesuai selera akan kuambil
nasi dengan porsi sampai kenyang, tetapi kalau kurang cocok kuambil nasi yang
membuatku tidak lapar sampai sesi makan berikutnya.
Aku mengambil semua makanan di tudung saji, termasuk sayur labu yang berada di panci. Aku selalu ingat kata Mama yang bilang makan sayur akan membuat tubuh tetap sehat dan pencernaan lancar. Kalau di rumah, sayur akan kuletakkan di mangkuk berbeda dari nasi dan baru aku kuahi kalau ingin menyuap agar nasi tidak terendam. Tapi selama di sini sayur dan nasi selalu kugabung demi efisiensi piring.
Setelah aku menuang kuah sayur, Rizky yang merupakan chef pagi itu teriak dari dapur. “Eh,
yang di panci itu kolak labu ya bukan sayur,” kata dia mengingatkan.
Dunia jadi gelap.
“Oh iya kah, pantasan, aku kira rasanya memang begini,”
kata Wawal dengan polosnya. Mungkin selama makan dia memang merasa ada yang
salah dari rasanya, tapi nggak berani bilang karena berusaha menghargai yang
masak.
Untungnya aku belum menyuap nasi berkuah kolak yang
terlanjur membanjiri piring milikku. Jadi sebelum memakannya kucoba meniriskan
kuah di jendela belakang posko. Sekembalinya aku melihat Wawal dan Dery yang
masih berusaha menelan kolak nasi. Sepertinya dia makan dalam kondisi tertekan.
Padahal Rizky sudah menyarankan untuk menggantinya dengan nasi baru saja.
Melihat temanku masih memakannya, kucoba juga untuk menyuap
nasi milikku. Pengecapku mengatakan kalau rasanya manis tapi bukan berasal dari
kecap. Di dalam piring juga terdapat kolang kaling yang kukira sayur. Tempe di
piring rasanya juga jadi manis. Rasanya seperti membuat lidah ingin meledak.
Serius, jangan pernah coba nasi dicampur kolak.
![]() |
Kolak, yang ku kira sayur. |
Sampai beberapa suapan berikutnya, aku menyerah. Dery juga
demikian. Hanya Wawal yang berhasil menghabiskannya. Sepertinya dari tadi kami
hanya adu gengsi pura-pura semuanya seperti baik-baik saja. “Pokoknya
yang dirasakan itu lauknya aja, jangan peduli dengan nasinya,”
kata Wawal membeberkan rahasia memakan nasi kolak sampai habis.
--
Pembalasan hadir di siang hari. Kami mendapat undangan
menghadiri halalbihalal dengan Bupati dan Wakil Bupati Kutai Timur. Acaranya
dimulai pukul dua sehabis hujan, tokoh-tokoh masyarakat hadir semua. Pak Camat
menyampaikan masalah di Kecamatan Teluk Pandan berupa sulitnya akses air bersih
karena Telaga Bening yang seharusnya diisi air berubah menjadi rerumputan.
Kemudian dibalas Pak Bupati dengan segera mencarikan solusinya.
Selain duduk-duduk merasakan bosan, kami juga diminta
membagikan nasi kotak kepada warganya. Tentu saja kami mendapatkan bagian juga
berupa satu kotak nasi padang bagi masing-masing dari kami. Sampai akhir acara,
nasi kotak yang dipesan juga masih berlebihan, jadi daripada mubazir kami
menawarkan diri untuk membawa pulang 11 kotak nasi ke posko sebagai makan
malam. Pegawai kantor camat setuju.
Karena pulang paling terakhir, kami juga diajak makan
prasmanan bersama aparatur sipil negara yang sedang bertugas. Menunya juga
enak-enak sehingga aku nggak keberatan makan dua kali dalam waktu berdekatan.
Inilah pembalasan bagi nasi kolak!
Thank you for your information, please visit:
BalasHapushttp://129.121.18.5/