Mencari Pak RT – KKN Hari ke 4
Selasa, 4 Juli 2017
Pagi-pagi, setelah memakan ikan bawis asam manis dan tepe
goreng buatan kelompok Dery, kami menuju kantor kepala desa buat mengantar
absensi KKN dan membicarakan kegiatan kita di sini. Katanya, kita diminta untuk
menjadi panitia pemilihan RT, acara kemerdekaan 17 Agustus sekaligus ulang
tahun Desa Teluk Pandan.
Setelahnya, program kerja pemetaan sosial dimulai. Jadi di
program kerja ini kami mahasiswa KKN akan membuat demografi penduduk, rangking
kekayaan dan kalender musim untuk menjadi data di kantor kepala desa. Kelompok
kami dibagi menjadi tiga tim yang masing-masing berisi empat sampai lima orang
dengan empat sampai enam RT satu kelompoknya. Dalam pemetaan sosial, aku satu
kelompok bersama Wawal, Dery, Ira dan Dede.
Di RT 5 kami bisa dengan mudah mendapatkan rumahnya karena
berada di pinggir jalan raya, lalu dapat bertemu Pak RT karena beliau sedang di
rumah. Namanya Pak Ramli, orangnya baik dan mendukung semua kegiatan kami.
Selanjutnya kami berkunjung ke RT 6 yang ternyata juga berada di jalan raya.
Tetapi ternyata pak Yusuf sedang berkebun dan baru di rumah pukul delapan
malam.
Aku dan Wawal segera menaruh dokumen ke posko. Sementara
Dery dan Ira melanjutkan perjalanan ke RT berikutnya. Jarak antara RT 6 dan
posko sekitar empat lagu Bruno Mars ketika menggunakan kecepatan seperti malamhari itu. Setelah menaruhnya, kami mengambil headset dan kembali menyusul Dery dan Ira.
Nggak banyak polusi suara dari kendaraan yang lewat. Siang itu
matahari cukup terik, membuat pohon sawit di sekeliling jalan terlihat amat
jelas. That’s What I Like dari Bruno Mars mengiringi perjalanan kami,
mencari anggota kelompok yang katanya berada di Jalan Pada Lidi. Kami melaju
terus sambil menikmati lagu lainnya dari Bruno Mars, hingga kami sampai ke Desa
Martadinata. Kami keterusan.
Karena berada di desa yang lebih dekat dari Kota Bontang,
warung-warung kecil juga semakin banyak. Mereka menjual aneka makanan ringan
seperti Roma biskuit kelapa, Chitato hingga Kacang Atom Garuda. Makanan seperti
ini agak jarang ditemukan di desa Teluk Pandan. Kalau mau beli juga agak segan
karena nggak mungkin beli cuman satu. “Warung Wal, Pop Mie dulu kah,”
kataku mengajak secara persuasif.
Kami berdua lantas ketawa, inilah sesuatu kami cari dari
kemarin. Selama di desa, mau nggak mau kami harus menghilangkan kebiasaan
konsumtif. Sepinggiran jalan hanyalah kebun milik warga dan tanaman bunga,
berbeda dengan di sepinggiran jalan kota yang menawarkan kebab, burger,
martabak dan teh dua daun.
Mba penjual datang dengan dua cup Pop Mie rasa ayam. Mungkin
ini adalah pertama kali baginya melayani pembeli Pop Mie yang minta langsung
diseduh dan makan di tempat. Aku dan Wawal mengunyah mie, menyeruput kuahnya,
sambil sesekali meminum Pulpy Orange secara perlahan. Terasa nikmat sekali
makanan instan satu ini, meskipun harus diam-diam sama yang lainnya.
Komentar
Posting Komentar
Kalau sudah dibaca langsung kasih komentar ya. Biar blog ini keliatan banyak yang baca.