Taman Bernyanyi – KKN Hari ke 33
Rabu, 2 Agustus 2017
49 anak setinggi pinggang sudah berada di lapangan sekolah pukul tujuh. Walaupun tahun ajaran
2017-2018 di TK Negeri Pembina baru berlangsung dua minggu, bisa dibilang
barisan yang mereka buat cukup rapi. Kata Bu Sus, Ibu kepala sekolah, hari ini
mereka kedatangan kakak-kakak mahasiswa KKN Universitas Mulawarman Samarinda.
Hari ini mereka memiliki teman baru yang seru-seru.
Bu Sus begitu lihai mengontrol anak-anak. Dengan tutur
katanya yang santun, beliau begitu sabar membina anak muridnya. Beberapa lagu
dia nyanyikan yang kemudian diikuti muridnya. “Tepuk semangat!”
Prok-prok-prok “huuu”
prok-prok-prok “haaa”
prok-prok-prok “huuuu
aaaa.” Ucap anak-anak serentak. Di kata huuuu aaaa mereka mengangkat tangannya ke udara dan membentuk letter V. Aku takjub dengan keceriaan di
wajah mereka.
Microphone
kemudian dioper ke Dede yang mewakili kami. Dede bilang, kita semua akan
bermain untuk bersenang-senang. Satu orang dimintanya angkat tangan buat
bernyanyi ke depan, beberapa dari mereka semangat. Dipilihnya satu orang
tercepat dan maju ke depan. Lagu balonku dan lihat kebunku kami nyanyikan
sebelum masuk kelas.
Setelah bernyanyi anak-anak diminta buat berbaris, yang
paling rapi masuk kelas duluan. Satu per satu mereka masuk kelas sambil salim
kepada semua yang lebih tua. Lagu bertema masuk kelas mereka nyanyikan bersamaan,
meninggalkan orang tua mereka yang menunggu di luar. Aku sudah lupa bagaimana
liriknya, tetapi kira-kira begini. “Assalamualaikum, waalaikum salam,
sebelum masuk kelas ucapkan salam.”
Pagi ini kami datang tepat pukul 7.30 pagi dengan agenda silaturahmi
dengan guru-guru dan murid di
satu-satunya TK negeri di Desa Teluk Pandan. Sehari sebelumnya, Aku, Wawal,
Dery dan Risa yang berada di departemen humas (departemen lainnya adalah
perlengkapan, konsumsi) sudah meminta izin buat melakukan kunjungan kepada staf
tata usaha di sekolah itu. Kata Bu Sus, Rabu merupakan waktu paling tepat untuk
berkunjung karena hari Kamis beliau ada urusan di Bandung.
Kami sudah berada di dalam ruangan kelas terbesar di TK itu,
Bu Guru memimpin doa dengan caranya sendiri untuk membuat muridnya tertib,
yaitu nyanyian yang mempersatukan seluruh muridnya. Isi lagunya tentang
cara-cara berdoa seperti duduk bersila dan tangan di atas.
Setelah berdoa, tentu saja agenda selanjutnya adalah
bernyanyi lagi. Dengan bernyanyi, semua merasa senang, termasuk aku (dan
mungkin 13 anggota KKN lainnya). Bagiku berada di sini seperti masuk ke dalam
drama musikal tapi sungguhan!
“Kalau kau suka hati tepuk tangan.” Prok-prok-prok.
“Kalau kau suka hati tepuk tangan.” Prok-prok-prok.
“Kalau kau suka hati mari kita lakukan kalau kau suka hati
tepuk tangan.” Prok-prok-prok.
Dede mengomandoi lagu-lagu berikutnya.
“Senin Selasa, Rabu Kamis, Jumat Sabtu Minggu itu nama-nama
hari,” ujar mereka bersama-sama.
Dengan lagu-lagu seperti itu, mereka bisa belajar nama-nama
hari secara ajaib. Untuk lagu nama-nama bulan, tinggal dimodifikasi sedikit
saja dan tetap menggunakan nada lagu yang tadi. Mereka begitu semangat dan
senang. Walaupun sudah mahasiswa semester tujuh, tetapi rasa bahagia yang
kurasakan masih sama seperti mereka. Ingin rasanya aku bisa ingat lebih banyak
tentang masa-masa TK-ku dulu.
Anak-anak diminta berkumpul lebih dekat. Wawal dan Enggar
yang berasal dari Fakultas Ilmu Budaya program studi Sastra Indonesia mulai
membacakan dongeng. Mereka memang
membawa dongeng fabel dari posko yang berjudul “Anak Tupai: Akhirnya Jera.”
Enggar membaca narasi berdasarkan buku, sementara Wawal menjelaskan kejadiannya
secara rinci seolah-olah kisah si tupai itu benar-benar terjadi.
Awalnya anak-anak tertarik ketika mendengarkan cerita Tupai,
tetapi sebagaimana anak TK pada umumnya, konsentrasi mereka pecah dalam
hitungan menit. Mereka mulai usil menyembunyikan peci milik temannya, mengobrol
sendiri, berkelahi dan menangis. Wawal yang sudah berinisiatif mengembalikan
fokus mereka tetap saja nggak bisa, jadi mereka berdua tetap melanjutkan
ceritanya meski nggak diherani.
“Iya, jadi kita nggak boleh melawan sama orang tua, misalnya
disuruh tidur siang ya tidur, bukan mencari rambutan di hutan seperti si tupai,
nanti bisa ditangkap orang jahat seperti di cerita ini,” kata Wawal.
Selesai mendongeng, bernyanyi lagi dan cuci tangan,
anak-anak diberi waktu istirahat untuk memakan bekal di kotak makan yang sudah
dibuatkan ibunya masing-masing. Tentu saja sebelum makan mereka diwajibkan
berdoa dulu menggunakan lagu yang baru pertama kali kudengar.
“Kalau mau makan pakai tangan kanan, minum tangan kanan, tidak
boleh tangan kiri. Kaki bersila. Enggak boleh berjalan, apalagi berlari,”
kata Bu Guru menyanyikan kata-kata yang isinya adab ketika sedang makan.
Aku mencari makanan di kantin TK tersebut, memesan mie
gelas, es lilin rasa melon dan snack-snack ringan lain. Setelahnya kami
menemani anak-anak bermain perosotan, ayunan dan panjat-panjatan yang tingginya
sebahu orang dewasa. Aku sempat menaiki arena bermain panjat-panjatan, tetapi
sebentar saja turun lagi karena takut roboh.
Kami masuk kelas dan waktu yang tersisa hanya 10 menit.
Sebelum pulang kami saling berpegangan tangan, bernyanyi Indonesia Raya secara
lantang. Anak-anak berteriak sekerasnya karena mereka sudah hafal, kuperhatikan
mulut kecil mereka yang yakin kalau Indonesia adalah tanah air kami, tanah
tumpah darah kami.
Bagiku, Indonesia Raya pagi ini merupakan salah satu yang
paling emosional sepanjang hidup, bahkan aku nggak memotret atau merekamnya
walaupun sebenarnya bisa. Aku hanya ingin menyanyikan lagu sakral ini dengan
khidmat.
Sekolah hari ini ditutup dengan berdoa sebelum pulang dan
tepuk semangat. Kami mengeluarkan “bekal” yang baru kami beli kemarin. Kami bagikan
bekal kami kepada mereka, satu anak mendapatkan satu Gery Chocholatos. Mereka
salim dan pulang dengan senang. Sebelum pulang, kami semua sempat berfoto
bersama untuk mengenang bahwa hari ini ada.
Komentar
Posting Komentar
Kalau sudah dibaca langsung kasih komentar ya. Biar blog ini keliatan banyak yang baca.