Malam Bontang – KKN Hari ke 29
Suara mirip hujan lebat terdengar ketika kami melewati
papan-papan kayu yang menjadi penopang cafe di atas laut. Rumah-rumah di
sekitar Bontang Kuala pasti terbiasa dengan suara ini setiap hari. Jejeran kayu
susah payah menopang motor yang rata-rata berbobot 100 kg.
Sejatinya kami merencanakan berangkat
pukul tiga, tetapi baru terlaksana pukul lima. Untuk pertama kalinya seluruh mahasiswa
KKN putra dan putri berlibur bersama-sama lengkap 14 orang. Sebelumnya anak
laki-laki pernah berlibur ke pantai kenyamukan dan hutan mangrove, sementara
anak perempuan memiliki agendanya tersendiri.
Motorku dan Wawal berada di urutan paling belakang, sengaja
lambat-lambat biar suara angin nggak mengalahkan obrolan kami. Sore ini kami sedang
berdiskusi tentang menulis. Selama KKN aku memang berniat menuliskan pengalamanku
lewat blog supaya suatu saat nanti bisa kubaca ulang.
Dalam sebulan ini, aku
berhasil mempublikasikan 20 tulisan, memecahkan rekor sebelumnya yang hanya
berjumlah 8 tulisan pada bulan Mei 2013.
Wawal juga bilang kalau selama KKN dia menjadi lebih
produktif menulis. Katanya dia sedang bereksperimen menulis catatan perjalanan seperti
milik thedustysneakers.com di akun Tumblr-nya yang beralamat di inginringan.tumblr.com.
Kenapa namanya ingin ringan, karena kalau ringan semua bisa terbang. Begitu
katanya.
“Kita ketinggalan jauh betul ini Kuh.”
“Ada Google Maps juga Wal, tinggal kita cari aja nanti,”
kataku meyakinkan.
Sampai di Bontang aku membuka smartphone dan mengetik kata Bontang Kuala di Google Maps. Kami
telusuri jalan sesuai arahan aplikasi peta digital itu walaupun sempat berhenti
di Pertamina dan ATM BCA untuk
suatu urusan. Kami terus mengikuti jalan sesuai panduan hingga berhenti di
tempat yang bukan kami inginkan.
“Der, kamu di mana? Kami tersesat Der,” kataku kepada
Dery melalui telepon. Dery bilang, dia sedang di Cafe Jimbaran bersama
bubuhannya sejak tadi. Kami cari lagi di Google Maps, ternyata lokasinya berada
di tengah laut.
“Bisa ditipu Google Maps lagi kita Wal.” Tapi kami tetap
menurutinya karena nggak punya pilihan lain.
Kami sampai di Bontang Kuala dengan beberapa serpihan
ingatan. Kalau nggak salah, aku dulu pernah mengunjungi tempat ini waktu kecil,
Wawal juga pernah ke sini bersama keluarganya dulu. Sebenarnya tempat ini
adalah pantai, tetapi dimodifikasi menjadi rumah dan objek wisata. Di sana
berjejer cafe dan tempat karaoke, kali ini Google Maps benar.
Setelah makan kami mengantar anak perempuan kembali ke
posko, untuk selanjutnya kembali ke Bontang lagi untuk menikmati malam di kota
peraih sembilan penghargaan adipura itu. Sebenarnya aku nggak perlu ke posko lagi
karena nggak membonceng perempuan, tapi kami kembali atas nama persahabatan.
Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Kami hanya perlu
istirahat 10 menit sebelum kembali ke Bontang. Rendy, Mardi dan Aji ingin
menikmati shisha, sementara aku, Wawal dan Dery ingin membeli teh tarik dan
mencari amunisi baru berupa lagu, permainan di smartphone dan memperbaharui aplikasi. Jadi kami akan mencari cafe
yang menjual shisha dan berfasilitas wifi.
Kami mendapatkannya di dekat rumah Rizky yang kali ini nggak
ikut karena ingin istirahat di rumah aja. Nama tempatnya adalah fresh cafe.
Lagu yang diputar bergenre house yang
menurutku cukup norak. Ketika mendengar lagunya, aku merasa ingin senam. Tetapi
harus diakui kalau internetnya cukup membantu untuk menjadi bekal hiburan di
posko.
Kami pulang satu jam kemudian, sekitar pukul dua malam. Kami
menembus udara yang dinginnya sampai menembus celana jeans. Menyusuri jalan
malam Bontang yang masih terlihat lampu-lampu terang. Kota ini menawarkan kenyamanan. Untuk menutup malam, kami menghabiskan
empat bungkus nasi goreng yang dikeroyok enam laki-laki lapar.
Komentar
Posting Komentar
Kalau sudah dibaca langsung kasih komentar ya. Biar blog ini keliatan banyak yang baca.