Kacau
Halo
siapapun yang membaca tulisan ini. Beberapa hari ini suasana hatiku begitu
kacau. Apalagi kemarin. Saking kecewanya lebih dari 500 kata berisi sumpah
serapah kuketik untuk meredam emosi supaya nggak lari ke mana-mana. Aku juga
melakukan pertemuan darurat dengan sahabatku dan bercerita kepada orang-orang
terpercaya. Sistem pertahanan diriku aktif.
Patah
hati itu menyakitkan, apalagi karena dicurangi. Ingin marah-marah saja rasanya.
Untungnya
dalam dua minggu terakhir aku sedikit terbantu. Pertama, Zaky sahabatku dari
Makassar datang ke Samarinda karena suatu urusan. Jadi aku dan Wawal (grup kami
dinamakan WOOO!) menyambutnya senang hati dan melakukan kebiasaan rutin setiap
lengkap bertiga.
Selanjutnya,
di hari di mana Zaky kembali ke Makassar, aku dan teman-teman kuliah yang
tergabung dalam grup Deepweb mengadakan trip ke Balikpapan selama dua hari satu
malam yang sudah direncanakan satu bulan sebelumnya, sebelum tragedi ini.
Semua
seperti berkonspirasi untuk membuatku senang. Aku merasa diselamatkan.
Tapi
setelah kembali ke rumah (apalagi sebelum tidur), tetap saja rasa patah hati
itu muncul. Tetap saja aku mendengarkan lagu galau dari Armada, Fiersa Besari
dan Kunto Aji secara bergantian.
Aku
tau kalau semuanya sudah berakhir. Semua orang berubah, dan kami mulai berbeda
visi. Sebenarnya aku bisa terima itu, tetapi yang membuatku begitu kecewa
adalah dicurangi.
Semalam
aku tidur dengan rasa kecewa. Tetapi lagi-lagi semesta coba membuatku senang.
Siang
ini sebelum pergi ke radio, aku melihat buku-buku di rak meja belajar dan
menemukan satu yang cukup menarik. Judulnya: How To Be Happy (atau setidaknya
tak terlalu sedih). Sebuah buku terbitan Gramedia karya Lee Crutchley.
Kutarik
buku itu dan membacanya sejenak. Kubuka lembar demi lembar secara acak, sebelum
aku melihat halaman pertamanya.
Kukuh
Kurniawan
Pertama
dikerjakan pada: 10 Juli 2016.
Lebih
dari dua tahun lalu. Aku lupa momen apa yang membuatku membawa buku itu pulang,
mungkin karena patah hati juga. Yang jelas setelahnya tak pernah kusentuh lagi,
semenjak kesedihanku hilang saat itu.
Aku
jadi paham. Ini memang patah hati pertama kalinya setelah hubungan
bertahun-tahun, apalagi berakhir secara tidak adil, tapi ini bukanlah patah
hati pertamaku. Aku sudah pernah merasakan sebelumnya. Dan aku sudah pernah
melewatinya.
Tiba-tiba
rasanya lega. Aku bingung kenapa merasa lega dan tenang. Beban yang beberapa
minggu ini berat mulai lepas.
Apakah
momen ini adalah titik balik? Mungkin tidak secepat seminggu dua minggu, tapi
kuharap bisa cepat. Karena dulu aku pernah melaluinya.
Komentar
Posting Komentar
Kalau sudah dibaca langsung kasih komentar ya. Biar blog ini keliatan banyak yang baca.